Senin, 03 Juni 2013

Agar Insiden Borobudur Tak Terulang

Pentingkah pengetahuan tentang etika dalam memotret tersebut? Jawabannya, jelas sangat penting. Itulah sebabnya di media sosial begitu banyak kecaman terhadap para fotografer yang mengganggu jalannya upacara Waisak pada 25 Mei lalu di Candi Borobudur. Ribuan turis, baik lokal maupun mancanegara, memadati candi yang terletak di Magelang, Jawa Tengah, ini. Ratusan fotografer siap dengan kameranya.


Saat itu, pelataran Candi Borobudur, yang sudah dialasi karpet kuning, dipenuhi pengunjung yang seharusnya menjadi tempat duduk bagi umat Buddha untuk melakukan ritual keagamaan. Saat para biksu memanjatkan doa di bagian atas candi, banyak sekali fotografer "masuk" ke area yang seharusnya "steril" dari segala macam kegiatan selain ritual itu sendiri.



Kegaduhan kian menjadi ketika para fotografer berebut angle terbaik. Sejumlah fotografer terlihat berusaha memotret sedekat mungkin dengan para biksu yang tengah berdoa. Kilauan flash membuat konsentrasi peribadaatan itu menjadi terganggu. Panitia sempat mengumumkan larangan untuk naik ke area pelataran dan tidak menggunakan lampu kilat atau flash, tapi tak digubris.


Peristiwa ini tak akan terjadi jika rekan-rekan fotografer memahami aturan dan etika dalam memotret, terutama upacara keagamaan. Ada beberapa aturan dan etika bagi fotografer dalam memotret agar santun, beretika, dan tidak asal-asalan saat hunting foto. Berikut ini di antaranya.


1. Meminta izin saat akan memotret orang lain


Hal ini sangat penting karena tidak semua orang dan properti bisa diambil gambarnya. Ada aturan yang berlaku di sini, meski kadang tak tertulis. Anda harus mempersiapkan model release atau property release jika tidak ingin tersangkut masalah hukum. Karena ini menyangkut privasi, terangkan pula penggunaan foto tersebut untuk kepentingan komersial, jurnalistik, atau sekadar dokumentasi pribadi. Ini juga berlaku bagi penggemar hunting foto di jalanan, atau sering disebut street photography.


2. Patuhi Peraturan/Larangan


Di sejumlah tempat, kerap tertera tulisan "Dilarang Memotret". Dan biasanya tulisan tersebut terdapat di area publik, seperti pusat belanja, bank, museum, dan hotel. Larangan ini berkaitan dengan kenyamanan, keamanan, dan masalah hak cipta. Patuhilah larangan ini.


3. Penggunaan lampu kilat/flash


Penggunaan lampu kilat atau flash sangat menyilaukan dan dapat mengganggu konsentrasi, terutama jika terkena langsung. Pada area tertentu, penggunaan flash sering dilarang, seperti pada arena olahraga serta pertunjukan teater dan musik. Belajarlah tentang teknik pemotretan dengan available light, memakai sumber cahaya yang tersedia.


4. Hentikan memotret jika mengganggu


Ini berlaku di mana saja, seperti contoh kasus di atas, saat pihak panitia merasa kegiatan keagamaan sudah terganggu. Atau, ada kesadaran untuk berhenti jika aktivitas memotret Anda sudah mengganggu. Tidak semua orang berkenan untuk diambil gambarnya. Walau tidak ada aturan baku, ada baiknya untuk membangun jalinan komunikasi, sehingga Anda bisa mengetahui area mana yang boleh diambil gambarnya.


5. Hati-hati eksploitasi


Di negara-negara maju, ada larangan untuk memotret anak-anak di area publik atau gelandangan yang tidur di pinggir jalan. Selain dapat dijadikan eksploitasi, hal itu berkaitan dengan "citra" negara tersebut di mata dunia.


6. Menjunjung kepentingan umum


Kepentingan umum adalah segalanya. Sebagai seorang fotografer, Anda dituntut untuk mengedepankan hal ini. Jangan berpikir kalau sudah membawa kamera, kita bebas untuk mengambil gambar apa pun dan di mana pun. TOMMY SATRIA

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on Google+
Tags :

Related : Agar Insiden Borobudur Tak Terulang

0 komentar:

Posting Komentar


-Kami tidak akan segan-segan menghapus komentar anda jika tidak berhubungan dengan artikel.
-Dilarang keras berkomentar dengan live lnik (akan dihapus).
-Komentar yang membangun sangat kami harapkan Untuk memajukan blog ini.