Pentingkah pengetahuan tentang etika dalam memotret tersebut?
Jawabannya, jelas sangat penting. Itulah sebabnya di media sosial begitu
banyak kecaman terhadap para fotografer yang mengganggu jalannya
upacara Waisak pada 25 Mei lalu di Candi Borobudur. Ribuan turis, baik
lokal maupun mancanegara, memadati candi yang terletak di Magelang, Jawa
Tengah, ini. Ratusan fotografer siap dengan kameranya.
Saat itu, pelataran Candi Borobudur, yang sudah dialasi karpet
kuning, dipenuhi pengunjung yang seharusnya menjadi tempat duduk bagi
umat Buddha untuk melakukan ritual keagamaan. Saat para biksu
memanjatkan doa di bagian atas candi, banyak sekali fotografer "masuk"
ke area yang seharusnya "steril" dari segala macam kegiatan selain
ritual itu sendiri.
Kegaduhan kian menjadi ketika para fotografer berebut angle
terbaik. Sejumlah fotografer terlihat berusaha memotret sedekat mungkin
dengan para biksu yang tengah berdoa. Kilauan flash membuat konsentrasi
peribadaatan itu menjadi terganggu. Panitia sempat mengumumkan larangan
untuk naik ke area pelataran dan tidak menggunakan lampu kilat atau
flash, tapi tak digubris.
Peristiwa ini tak akan terjadi jika rekan-rekan fotografer
memahami aturan dan etika dalam memotret, terutama upacara keagamaan.
Ada beberapa aturan dan etika bagi fotografer dalam memotret agar
santun, beretika, dan tidak asal-asalan saat hunting foto. Berikut ini
di antaranya.
1. Meminta izin saat akan memotret orang lain
Hal ini sangat penting karena tidak semua orang dan properti bisa
diambil gambarnya. Ada aturan yang berlaku di sini, meski kadang tak
tertulis. Anda harus mempersiapkan model release atau property release
jika tidak ingin tersangkut masalah hukum. Karena ini menyangkut
privasi, terangkan pula penggunaan foto tersebut untuk kepentingan
komersial, jurnalistik, atau sekadar dokumentasi pribadi. Ini juga
berlaku bagi penggemar hunting foto di jalanan, atau sering disebut
street photography.
2. Patuhi Peraturan/Larangan
Di sejumlah tempat, kerap tertera tulisan "Dilarang Memotret". Dan
biasanya tulisan tersebut terdapat di area publik, seperti pusat
belanja, bank, museum, dan hotel. Larangan ini berkaitan dengan
kenyamanan, keamanan, dan masalah hak cipta. Patuhilah larangan ini.
3. Penggunaan lampu kilat/flash
Penggunaan lampu kilat atau flash sangat menyilaukan dan dapat
mengganggu konsentrasi, terutama jika terkena langsung. Pada area
tertentu, penggunaan flash sering dilarang, seperti pada arena olahraga
serta pertunjukan teater dan musik. Belajarlah tentang teknik pemotretan
dengan available light, memakai sumber cahaya yang tersedia.
4. Hentikan memotret jika mengganggu
Ini berlaku di mana saja, seperti contoh kasus di atas, saat pihak
panitia merasa kegiatan keagamaan sudah terganggu. Atau, ada kesadaran
untuk berhenti jika aktivitas memotret Anda sudah mengganggu. Tidak
semua orang berkenan untuk diambil gambarnya. Walau tidak ada aturan
baku, ada baiknya untuk membangun jalinan komunikasi, sehingga Anda bisa
mengetahui area mana yang boleh diambil gambarnya.
5. Hati-hati eksploitasi
Di negara-negara maju, ada larangan untuk memotret anak-anak di area
publik atau gelandangan yang tidur di pinggir jalan. Selain dapat
dijadikan eksploitasi, hal itu berkaitan dengan "citra" negara tersebut
di mata dunia.
6. Menjunjung kepentingan umum
Kepentingan umum adalah segalanya. Sebagai seorang fotografer, Anda
dituntut untuk mengedepankan hal ini. Jangan berpikir kalau sudah
membawa kamera, kita bebas untuk mengambil gambar apa pun dan di mana
pun. TOMMY SATRIA
Senin, 03 Juni 2013
Agar Insiden Borobudur Tak Terulang
Tags :
Related : Agar Insiden Borobudur Tak Terulang
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar
-Kami tidak akan segan-segan menghapus komentar anda jika tidak berhubungan dengan artikel.
-Dilarang keras berkomentar dengan live lnik (akan dihapus).
-Komentar yang membangun sangat kami harapkan Untuk memajukan blog ini.